STUCK

Stuck at the same place will make no difference.

PAST

Stop cursing our gloomy past.

MOVE ON

Keep move on to create our own future.

Senin, 09 April 2012

REVIEW: FISH STORY (フィッシュストーリ)


Alkisah, sebuah meteor tengah dalam perjalanannya menuju bumi. Saat itu adalah hari yang sunyi di Tokyo pada tahun 2012. Jalanan Tokyo begitu lengang setelah seluruh penduduknya pergi menyelamatkan diri ke Gunung Fuji untuk menghindari kemungkinan terjadinya tsunami menyusul tabrakan bumi dan meteor.
Seorang pria setengah baya—yang duduk di atas sebuah kursi roda—terlihat tengah melintas seorang diri di jalanan Tokyo yang sunyi senyap. Pria itu adalah Taniguchi, seorang pria yang telah putus asa menghadapi kanker yang menggerogoti tubuhnya dan tidak memiliki keinginan untuk menyelamatkan diri dari bencana.
Dia tengah menikmati perjalanannya menyusuri jalanan Tokyo saat disadarinya ada sebuah toko CD dan kaset yang buka seperti hari biasa. Toko itu bernama Coconut. Taniguchi pun, untuk mengatasi rasa penasarannya, masuk ke toko itu dan—benar saja—ternyata ada dua pria lain selain dirinya yang masih tersisa di Tokyo. Kedua pria itu adalah si pemilik toko kaset dan seorang pengunjungnya. Taniguchi memandangi keduanya—yang tengah sibuk mendiskusikan sebuah musik punk—dengan heran. Pria tua itupun menyela keduanya dengan mengingatkan akan bencana yang akan segera datang.
Kedua pria itu dengan tenang mengatakan bahwa bumi akan selamat, sementara Taniguchi bersikeras bahwa bumi akan menghadapi akhir. Perdebatan pun terjadi di antara ketiganya. Akhirnya, tanpa mempedulikan Taniguchi, si pemilik toko mengeluarkan sebuah piringan hitam dan memutar salah satu lagu di dalamnya.
Judul lagu itu adalah Fish Story, lagu yang diciptakan oleh sebuah band beraliran punk rock di tahun 1975, setahun sebelum Sex Pistols (yang dipercaya sebagai pioneer musik punk) terbentuk. Fish Story diciptakan oleh sebuah band bernama Geki-rin yang bubar segera setelah meluncurkan Fish Story sebagai album terakhir mereka. Pemilik toko percaya akan adanya kekuatan yang tersimpan dalam lagu itu, yang akan menyelamatkan dunia. Mereka bertiga terdiam sementara Fish Story mengalun di latar belakang.
Inilah kisah sebuah lagu yang akan menyelamatkan dunia.

***


Fish Story adalah sebuah film yang disutradarai oleh Yoshihiro Nakamura berdasarkan sebuah novel dengan judul yang sama karya Kotaro Ishaka. Film ini terdiri atas cerita-cerita pendek dengan karakter dan latar waktu berbeda, yakni tahun 2012, 1982, 1999, 2009, dan tahun 1975. Cerita sentralnya sendiri berkisah tentang sebuah band beraliran punk rock dari tahun 1975 yang bernama Geki-rin. Kala itu masyarakat Jepang tidak memahami aliran musik yang mereka bawakan, karena musik punk rock baru dikenal oleh dunia setahun setelah Geki-rin bubar, melalui sebuah band terkenal asal Inggris bernama Sex Pistols. Karena tidak berhasil mengusung kesuksesan, Geki-rin pun bubar setelah lagu terakhir mereka yang berjudul Fish Story rilis.
Menurut saya, film ini sangat layak bahkan wajib untuk ditonton. Bukan hanya bagi penggila J-Movies (Japanese Movies) saja. Kalian yang ingin menonton film dengan konsep unik dan berbeda juga wajib untuk menontonnya. Di awal cerita saja, film ini sudah cukup membuat penasaran dengan kelanjutan kisah meteor yang akan menghantam bumi, yang tiba-tiba terpotong dengan kisah seorang pria muda lemah dari tahun 1982. Belum lagi kisah di tahun 1982 tuntas, kisah akan terpotong dengan kisah orang-orang yang sedang menanti kiamat di tahun 1999. Di akhir cerita, kalian akan menemukan bahwa semuanya terhubung.
Bagian paling menarik dari film ini adalah unsur kejutan yang dimilikinya. Di akhir film, mungkin akan ada berbagai reaksi dari kalian yang telah menontonnya. Ada yang kagum dengan pembuat cerita, ada yang merasa konyol, ada juga yang merasa dibodohi mentah-mentah oleh pembuat cerita. Namun, tetap saja, film ini adalah film yang layak ditonton. Belum lagi pesan yang dikandungnya, yaitu: apa yang bagi kita tidak berharga di saat ini, belum tentu sesuatu itu akan menjadi tidak berharga selamanya. Seperti lagu berjudul Fish Story, yang pada awalnya tidak diterima oleh masyarakat, yang ternyata memiliki peran besar puluhan tahun setelahnya.
Bagi saya, film ini memenuhi rating 4/5. Bagaimana menurut kalian yang sudah menontonnya?
***
CAST

҉ Gekirin

Toshimitsu Okawa as Ryoji (guitarist)
 Kengo Kora as Goro (vocalist)
Atsushi Ito as Shigeki (bassist/ leader)
 Kiyohiko Shibukawa as Tetsuya (drummer)


2012 CAST

Nao Omori, Kenjiro Ishimaru, Vincent Giry

1982 CAST

Gaku Hamada, Takashi Yamanaka, Kazuki Namioka, Mai Takahashi, Eriko Otani, Kenichi Takito


2009 CAST

Moriyama Mirai (as The Chef), Mikako Tabe


1975 CAST

Gekirin, Hidekazu Mashima, Noriko Eguchi, Nao Omori

AWARD
Special Award for Best Pop Culture Rush - 2009 (8th) New York Asian Film Festival - June 19th-July 5th

FILM FESTIVALS
§  2009 (11th) Udine Far East Film - April 24th-May 2nd *European Premiere
§  2009 (8th) New York Asian Film Festival - June 19th-July 5th *North American Premiere
§  2009 (13th) Puchon International Fantastic Film Festival - July 16th-26th - Off the Fantastic *Korean Premiere
§  2010 (14th) Fantasia Film Festival - July 8-28 *Montreal Premiere






Minggu, 12 Juni 2011

Dari Kamera Kertas Karton Sampai Metro TV

Tugas ke-2 KSPK: membahas orang kreatif yang ada di sekitar kita. Aku sempat bingung mendapat tugas ini, apa lagi setelah mendapat jarkom bahwa hari Senin tanggal 13 besok, akan ada kuliah KSPK. Siapa ya yang harus dibahas?

Semakin dipikir, saya semakin bingung. Sambil menatap layar televisi, saya terus memutar otak. Layar televisi sedang menampilkan acara favorit saya--balapan Motogp--yang sudah berlangsung lebih dari setengah permainan. Sekeping demi sekeping, saya mulai mengumpulkan gambaran beberapa orang yang menurut saya kreatif sambil terus menatap layar televisi. Sepotong demi sepotong pempek yang menjadi menu makan malam saya juga terus masuk ke mulut saya. Tapi inspirasi tak kunjung datang.

Akhirnya, saya kepikiran adik sepupu saya. Tunggu dulu. Apa dia termasuk orang kreatif ya? Saya berdiri sebentar, masuk ke kamar, mengambil materi minggu lalu, dan membacanya.


PENGERTIAN KREATIFITAS

Nah, ini menurut materi minggu lalu. Kreatifitas adalah:
1. Kemampuan menghadirkan gagasan-gagasan baru untuk memecahkan masalah.
2. Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak dibuat oleh orang lain, sesuatu yang baru dan memiliki dayaguna.
3. Membuat sesuatu yang abstrak menjadi nyata, sesuatu yang potensial menjadi aktual.

Hmm. Saya berpikir sejenak, tapi kepala saya kembali puyeng. Apa benar adik sepupu saya ini termasuk anak kreatif? Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti berpikir terlalu ruwet dan mulai mengetik.

ADIK SEPUPU

Pertama-tama, saya ingin memperkenalkan adik sepupu saya terlebih dahulu. Namanya Dave Nirvana, terinspirasi dari nama drummer terdahulu band legendaris Nirvana, Dave Grohl, yang lebih dikenal dengan Dave Nirvana. Awalnya, Bu Dhe saya ingin menamainya Dave Nirvana Alam supaya sama dengan nama ayah saya, saya, dan adik saya (Galuh Mazenda Ramadhan Alam) yang berakhiran 'Alam'. Tapi karena ayahnya yang tidak setuju, akhirnya rencana pemberian nama Alam itu dibatalkan.

Dave lahir pada tanggal 18 Juni 1994. Saya lupa dia lahir di Malang atau Surabaya. Yang jelas, sejak bertahun-tahun yang lalu dia tinggal di Malang, sehingga hubungan antara saya, Galuh, dan Dave ini sudah sangat dekat. Hampir seperti saudara kandung lah.


Dari kiri ke kanan: Galuh, saya, dan Dave

Sejak kecil, kami bertiga memiliki hobi yang berbeda-beda. Adik saya sangat hobi memainkan alat musik (drum dan gitar) dan bermain sepak bola (dia pernah bergabung di Arema Junior), saya hobi membuat komik dan cerita, sedangkan si kecil Dave, dia suka sekali menciptakan barang-barang 'antik' yang dia gunakan untuk bermain sendiri. Barang antik itu adalah: kamera mainan dari karton bungkus pasta gigi.


HOBI YANG ANEH

Yap, sebenarnya, masih banyak barang aneh yang sering dia hasilkan sendiri. Tapi, menurut saya, inilah yang paling menarik. Dengan kamera mainan itu, dia berkeliling rumah dan berpura-pura menjadi cameraman. Di lain waktu, dia duduk di depan cermin dan beraksi bak pembaca berita sambil melaporkan hasil rekamannya. Kadang saya tertawa melihatnya, kadang merasa aneh, tapi saya lebih sering tidak memperhatikannya. Saat itu, saya masih terhitung kecil (apa lagi Dave) dan sama sekali tidak mengira bahwa hobi ini akan terus dia tekuni hingga hari ini. Bahkan, hobi ini juga membawa prestasi dan kebanggaan bagi keluarganya dan kakek-nenek kami.

Pada tahun 2005, saudaranya dari pihak ayahnya memberikannya hadiah sebuah handycam: SONY J-330 E. Itu model yang terhitung lama, tapi hadiah itu merupakan hadiah yang sangat berarti baginya. Dengan kamera itu, dia tidak lagi menggunakan karton pasta gigi untuk berpura-pura menjadi cameraman. Seingat saya, dia jarang sekali berpisah dengan kamera hitamnya itu. Di rumah nenek (di mana dia tinggal) dia selalu membawa kamera itu dan mengambil gambar segala hal. Pada hari Sabtu, ketika saya dan Galuh langsung pulang ke rumah nenek setelah sekolah, dia meminta kami menjadi model eksperimen videonya. Hehe, jadi malu.

Dia memutar balik video yang sudah direkam, sehingga membuat saya dan adik saya seakan-akan melakukan sulap: kain yang tergeletak di lantai, tiba-tiba terbang ke udara, ke genggaman tangan saya (yang terlihat di video itu hanya tangan saya); kertas yang awalnya sobek, bisa tersambung lagi.

Selain itu, dia suka mengedit-edit gambar atau mendesain power point. Ya, cukup bagus untuk ukuran anak SD. Maksud saya, dia tidak membuat power point yang penuh gambar, melainkan power point yang penuh desain inovatif yang inspirasinya didapat dari animasi-animasi di televisi. Dia juga sering membuat logo-logo dari stasiun televisi khayalannya yang mungkin kelak akan menjadi kenyataan. Hobinya membuat power point ini juga memberi keuntungan buat saya. Jadi, kalau ada tugas, saya sering minta desainnya, dan tinggal memasukkan materi-materi. Hehe. Nah, sepertinya ini memenuhi salah satu pengertian kreatifitas: kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak dibuat oleh orang lain, sesuatu yang baru, dan memiliki daya guna.

SEMAKIN SERIUS

Hobinya merekam video semakin menjadi-jadi. Setiap ada event-event di Malang, dia pasti ada di sana dan mengambil gambarnya. Dia menyimpan video-videonya itu dalam format magnetic tape. Suatu hari, di sebuah acara tahunan yang diadakan di Kota Malang, yaitu Gerak Jalan Turen-Malang, terjadi sebuah kericuhan. Karena dia suka sekali menonton acara-acara di Metro TV, maka (entah apa yang membuatnya berpikir begitu) dia mengirim video tersebut dengan judul Ricuh Garis Finish Turen-Malang 2006. Dan--- jeng jeng jeng... video itu dimuat di acara Suara Anda. Ya, menurut saya memang sebagian besar video yang dikirim akan dimuat. Tapi yang membuat hal itu menjadi hebat adalah saat itu dia masih duduk di kelas 6 SD. Apalagi, ketika diwawancara via telepon, suara yang terdengar di ujung sana adalah suara anak-anak. Salut untuk Dave.

Dia pun semakin serius dengan hobinya ini. Menginjak masa SMP, dia mengikuti ekskul broadcasting dan menjadi penyiar di SMP-nya. Saya rasa ini berhubungan dengan hobinya dari kecil yang suka pura-pura jadi penyiar di depan cermin. Tahun 2008, dia kembali mengirimkan berita ke Metro TV. Kali ini berita ini dimuat di acara I-Witness dengan judul berita Batu Paralayang Open 2008 dan reward yang didapatkan cukup lumayan.

Sayang sekali, Dave sudah sangat tergila-gila dengan kameranya ketika kamera tersebut akhirnya rusak setelah dipinjam oleh orang lain. Hingga saat ini, dia belum memperbaiki kamera itu. Sekarang, dia menuangkan kreatifitasnya dengan menjadi Direktur Program Dhamsyoga Radio SMAN 5 Malang. Sebagai Direktur Program, dia bertugas untuk tetap membuat program-program radio yang inovatif namun bermanfaat bagi siswa-siswa lainnya. Ya, semoga kameramu bisa lekas diperbaiki, Dave.


Dave dan Sony J-330 E yang pernah mengisi hari-harinya T_T


AKHIR KATA

"..."

Apa ini bisa dibilang sudah selesai? Sepertinya sudah tidak ada yang bisa diceritakan lagi. Ya, akhir kata, terimakasih kepada Dave, yang bersedia diganggu lewat HP malam-malam untuk ditanya ini itu. Dan juga, terimakasih yang tak terperi kepada adikku yang tercinta (wueks!), Galuh Mazenda Ramadhan Alam, yang bersedia membantu dengan mengirimkan foto lewat e-mail (padahal modemmu lemot parah yo, le?).




Sebagai ucapan terima kasih, takpajang fotomu ndek kene...

Senin, 16 Mei 2011

Batas Antara Plagiat dan Terinfluence

Keempat personil J-Rocks mengangguk-angguk cepat seakan tidak sabar untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Waktu itu jam sudah menunjukkan kira-kira pukul 21.00. Hanya beberapa menit waktu yang tersisa sebelum J-Rocks harus tampil di atas panggung. Sesaat, terdengar suara-suara dari panggung Lapangan Pondok Betung; rangkaian acara lain sedang berlangsung di sana.


"Ya," jawab mereka akhirnya. "Terinfluence dan plagiat itu beda, ya. Plagiat itu meniru, menjiplak sekali. (Istilahnya) copy-paste, itu (yang dinamakan) plagiat. Tapi, kalau terinfluence, mungkin hanya nuansanya yang terpengaruh. Seperti kita (kami, red.) terpengaruh dengan musik-musik Jepang, tapi bukan meniru atau mengkopi langsung gitu, terinfluence."


Itulah tanggapan personil J-Rocks setelah ditanyai perihal isu plagiarisme yang menimpa mereka. Seperti kita ketahui, beberapa pihak memang memiliki pendapat bahwa J-Rocks merupakan salah satu band dari Indonesia yang memplagiat karya dari musisi luar negeri. Sementara itu, band J-Rocks sendiri mengatakan bahwa mereka hanya terpengaruh. Terinfluence.


PENGERTIAN PLAGIARISME
Begitu Sony naik ke atas panggung dan memainkan gitarnya, saya mempunyai harapan baik mengenai penampilan J-Rocks. Gitaris J-Rocks tersebut memainkan gitarnya dengan sangat baik. Introduksi yang cukup menarik dan menggugah di kala malam beranjak larut. Namun, kehebatan yang sesungguhnya baru benar-benar dimulai ketika grup band asal Jakarta yang berdiri tahun 2003 tersebut menghentak Lapangan Pondok Betung dengan lagu pertama mereka. Kisaran 700 penonton yang malam itu hadir di lapangan Pondok Betung seketika berjingkrak-jingkrak berbagi kebahagiaan.
Rentetan lagu-lagu mereka digeber dan disambut dengan nyanyian oleh massa penonton. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa band ini adalah salah satu band luar biasa yang dimiliki Indonesia. Terbukti dengan begitu banyaknya fans yang mereka miliki, yang tergabung dalam komunitas bernama J-Rockstar. Akan tetapi, seperti kita ketahui, beberapa pihak beranggapan bahwa band yang sedang dalam penampilan hebatnya ini menjiplak karya musisi lain yang berasal dari negeri sakura. Menjiplak, atau istilahnya: plagiat.
Sebagai orang awam yang hanya memiliki sekelumit pengetahuan tentang musik, saya bertanya-tanya sendiri. Sebenarnya, apa arti plagiat itu sendiri? Bagaimana bisa orang-orang tersebut mengatakan seorang musisi meniru karya orang lain?
Menurut KBBI, Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Dalam dunia musik sendiri, sebuah lagu dikatakan plagiat jika memiliki kemiripan dengan lagu lain sebanyak 8 bar atau lebih.
Oh, jadi itu yang dinamakan plagiat? Plagiat memang sesuatu yang merugikan. Namun, apakah bijaksana jika kita langsung menjudge bahwa sebuah lagu menjiplak lagu lain tanpa mengerti apa sebenarnya plagiat itu sendiri?
Ya, setiap orang memang mempunyai pendapat masing-masing. Tapi, saya sedikit merasa risih saat mendengar beberapa orang yang menyatakan 'anti' terhadap suatu band tertentu setelah mengatakan bahwa band tersebut plagiat.


GELAS SETENGAH BERISI ATAU GELAS SETENGAH KOSONG
Ya, bisa dikatakan ini hanyalah pendapat saya. Setiap orang pasti memiliki idola, tak terkecuali para seniman sekalipun. Seorang seniman yang mengidolakan seniman lain, ketika menghasilkan sebuah karya, tidak akan bisa dipungkri bahwa dalam karya seni itu sendiri akan terkandung sentuhan-sentuhan dari seniman lain yang diidolakannya. Hal ini tidak berlaku dalam hal bermusik saja. Saya memiliki seorang teman yang sangat suka menggambar karakter-karakter kartun Jepang. Waktu SMP, dia sangat mengidolakan sebuah komik. Hasilnya, di masa SMP, dia memiliki style gambar sama seperti komik yang diidolakannya. Begitu juga di SMA ketika dia mengidolakan komik lain. Dengan kata lain, dia memiliki style yang sama dengan yang diidolakannya meskipun memiliki perbedaan.


"Intinya, apa yang kita pelajari itu apa yang kita keluarin," kata personil J-Rocks yang lain. "Kami sendiri sangat menyukai L'arc~en~ciel."


Saya sangat setuju dengan pernyataan ini. Saya sendiri juga pernah membaca di suatu sumber di internet. Intinya, dalam artikel tersebut disebutkan bahwa kita akan sangat membuang-buang waktu jika ingin mencari lagu-lagu yang benar-benar pure tanpa pengaruh dari lagu-lagu lain. Saya juga sependapat dengan hal ini. Pernahkah kalian mendengar nama The Beatles? Saya yakin pernah. Mereka dikenal sebagai band pertama yang mempertontonkan aksi rock di atas panggung. Namun, apakah kalian juga tahu bahwa sebuah band bernama The Tielman Brothers, telah mempertontonkan aksi rock ini jauh sebelum The Beatles terbentuk? Sebagai tambahan, The Tielman Brothers sendiri adalah band asal Indonesia yang mulai terkenal setelah berhijrah ke Belanda pada tahun 1957. Aksi gitar sang frontman, Andy Tielman, dipercaya juga menjadi inspirasi bagi gitaris yang merupakan legenda sekelas Jimi Hendrix.


"Itu hanya seperti pendapat gelas itu setengah berisi atau gelas setengah kosong," kata seorang personil Mocca ketika ditanya perihal pembajakan ini. 
"Kita bisa melihatnya dari sisi positif atau negatif," kata anggota yang lain. "Hasil pembajakan ini bisa jadi ajang promo gratis."


Sebelum J-Rocks terkenal, tidak banyak orang yang tahu tentang L`arc~en~Ciel. Baiklah, mungkin cukup banyak. Tapi, semenjak J-Rocks memperkaya dunia musik di Indonesia diiringi dengan pro-kontra yang mengikutinya, jumlah ini terus bertambah. Saya tidak mengatakan J-Rocks plagiat, akan tetapi, pernyataan salah satu personil Mocca ini memang sudah terbukti benar. Begitu menyukai J-Rocks, seseorang akan tergoda untuk mencari tahu tentang L`arc~en~Ciel.


"Sebenarnya, bagaimana sih tanggapan J-Rocks dikatakan seperti itu?" tanya pewawancara lagi kepada J-Rocks.
"Kami nggak niru," kata salah seorang dari mereka spontan. "Ini sama aja dengan orang-orang yang mengatakan, 'Kami pingin bawain aliran Rock&Roll, nih. Seperti Rolling Stone.' Sama aja, kita (terpengaruh) Jepang, seperti L`arc~en~Ciel."


TIDAK ADA MUSIK YANG BENAR-BENAR PURE
Pada suatu waktu senggang di antara sekian banyak waktu senggang saya yang lain, saya menemukan sebuah pendapat menarik di sebuah forum sosial terbesar di Indonesia. Thread ini sedang membahas hal yang sama seperti yang kita bicarakan saat ini dan ada sebuah pendapat yang bagi saya menarik. Saya pun saling berkirim pesan dengan pemilik pendapat yang menarik ini. Setelah percakapan lewat forum selama beberapa hari, saya baru mengetahui bahwa ternyata dia merupakan alumni dari kampus kita tercinta yang lulus pada tahun 2005. Namanya Dhani Machfud, saat ini dia bekerja di Direktorat Jenderal Pajak dan tergabung dalam komunitas Tax Underground Community.
"Saya termasuk salah satu pendengar Laruku era-era awal meskipun sekarang sudah tidak mengikuti perkembangannya lagi. Saya juga termasuk penggemar J-Rocks sejak mereka masih jadi peserta Nescafe Get Started. Waktu itu nama mereka masih J-Rockstar," begitu dia mengawali pendapatnya terhadap thread tersebut.
"Pendapat saya tentang J-Rock's: Mereka adalah band yang berani, secara penampilan, secara performance, dan benar-benar membawa angin segar ke dunia musik Indonesia yang lagi stuck-nya."
"...Terinspirasi kadang menimbulkan kesalah pahaman yang menjebak musisi untuk menjadi seorang plagiat. Tapi tergantung bagaimana kita menyikapi lagunya. Apakah part yang dibajak itu adalah esensi dari keseluruhan lagu dan mewakili keseluruhan lagu? Apakah intro lagu yang dibajak oleh J-Rock's adalah sebuah esensi dari keseluruhan lagu 4th Avenue Cafe? Tentu bukan. Hanya sedikit 'nuansa' yang berusaha dimasukkan oleh J-rock's disitu. 
Demikian juga dengan lagu 'Ceria' yang katanya mirip dengan lagu 'Cest La Vie', beatnya malah mirip dengan lagu 'Astaga' (James F. Sundah), tapi kalau didengar-dengar, lagu 'Ceria' dan 'Astaga' kok mirip sama 'You Can't Hurry Love' nya Phil Collins ya? Hayoo siapa contek siapa?"


OPEN MINDED ITU PERLU
Begitulah, pada intinya, ada baiknya kita berpikiran positif dan berpikiran lebih terbuka mengenai hal yang satu ini. Hal itu karena, seperti sudah dikatakan di awal, tidak ada musik yang benar-benar pure. Mengutip pendapat Iman J-Rocks pada suatu sesi wawancara lain yang saya dapatkan di internet, "Pokoknya, tetap open minded. Jangan cepat terbawa hawa kebencian. Lebih jujur aja, tanya kepada hati sanubari kalian. Apakah hujatan, makian, cercaan, dan sebagainya itu memang benar adanya?"
Ketika kita telah terbawa hawa kebencian, secara otomatis kita tidak akan dapat memberikan pendapat yang obyektif lagi. Tidak ada band yang tidak terpengaruh musik dari band lain yang menjadi idolanya. Bahkan, meskipun karya-karya awal L`arc~en~Ciel sangat Dead End, begitu pula penampilan Hyde yang sangat mirip dengan Morrie Dead End, toh mereka sekarang mereka memiliki style tersendiri bagi musik mereka. Mengapa kita tidak memberikan kesempatan yang sama bagi band dalam negeri?

AKHIR DARI ACARA PUNCAK ACCOUNTING CARNIVAL 2011
J-Rocks menutup penampilannya malam itu, yang akan menjadi penampilan puncak dari rangkaian acara Accounting Carnival. Iman pun memberikan pujian kepada penonton yang memberikan feedback yang sangat memuaskan bagi mereka. Mereka memainkan permainan puncak mereka. Saat itu, Iman maju, berbalik, dan meletakkan gitarnya di belakang kepala sambil memainkannya. Penonton pun, untuk kesekian kalinya, bersorak. Seluruh penonton pun bertepuk tangan puas. Bahkan, ketika para personil J-Rocks meninggalkan panggung, para penonton masih tetap berada di tempatnya sambil bertepuk tangan. Bagi saya, setelah menyaksikan penampilan mereka malam itu, alasan untuk memandang kemampuan mereka dengan sebelah mata sebenarnya tidak ada. 

Minggu, 15 Mei 2011

EUFORIA: Malam Acara Puncak Accounting Carnival yang Tak Terlupakan

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 pada 8 Mei 2011. Para penonton Acara Puncak Accounting Carnival (AP/AC) sudah mulai berdatangan. Mereka adalah sekumpulan orang-orang yang menanti-nanti untuk menyaksikan Mocca ataupun J-Rocks secara langsung. Beberapa panitia yang telah mempersiapkan acara sebaik mungkin terlihat mondar-manir di lokasi. Beberapa orang menjaga ticket box, beberapa terlihat sedang berkutat dengan proyektor di sisi kiri panggung, dan, yang paling heboh, terdapat seorang panitia dengan pengeras suara yang terus berteriak ke arah jalan raya yang lumayan ramai.
"Ayo! Ayo! J-Rocks dan Mocca! Penggemar J-Rocks dan Mocca, saksikan penampilan J-Rocks dan Mocca!" teriak seorang panitia tersebut. Mau tak mau, orang-orang yang sedang berkendara teralih perhatiannya, beberapa bahkan sampai berhenti dan menanyakan pada panitia mengenai acara puncak. Tak ayal, hal tersebut menimbulkan kemacetan. Tapi, demi kesuksesan acara, tidak masalah lah. Hahahahaha. Tidak, tidak. Lokasi tersebut memang termasuk salah satu jalanan yang sering terkena macet, terutama menjelang petang.

Menjelang petang, adzan maghrib berkumandang. Acara diistirahatkan, para panitia dan penonton muslim pun berbondong-bondong untuk beribadah. Ketika beberapa saat kemudian penonton kembali mengisi lapangan Pondok Betung, MC mengumumkan penampilan Mocca, para penonton yang telah menanti-nantikan penampilan band beraliran swing jazz itu mulai beranjak dan bergerak maju untuk mendekati panggung.
Mocca yang beranggotakan Riko Prayitno (gitar), Arina Ephiphania (vokal dan flute), Achmad Pratama (bass), dan Indra Massad (drum), serta seorang pemain additional yang memainkan saxophone menyapa Lapangan Pondok Betung dengan lagu pertama mereka malam itu yang berjudul 'I Think I'm in Love'. Beberapa penonton yang sebagian besar laki-laki pun secara mengejutkan mampu melafalkan lagu-lagu Mocca yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Inggris.


"Dari tadi capek ya nyanyi lagu bahasa Inggris terus?" Dengan senyumnya yang ramah dan menawan, Arina mencoba berinteraksi dengan penonton sementara anggota Mocca yang lain beristirahat. Penonton pun menjawab prtanyaan tersebut dengan jawaban versi mereka masing-msing. Tak lama berselang, lagu berbahasa Indonesia berjudul 'Hanya Satu' yang bernuansa sendu mengalun, membuat para penonton terbawa suasana. Lagu tersebut disusul dengan lagu yang berirama lebih rancak berjudul 'Do What You Wanna Do' yang diikuti para penonton dengan antusias. Yang jelas, penampilan Mocca yang sangat elegan di atas panggung tersebut mampu memikat para penonton yang hadir malam itu.

Penampilan Mocca yang sudah memukau dilanjutkan dengan penampilan-penampilan dari mahasiswa STAN. Dari sudut pandang penonton, penyusunan acara ini memang sedikit mengecewakan. Tapi, penampilan J-Rocks setelah itu menyembuhkan segalanya.


Aku dan personil Mocca

Para penonton bersorak penuh antusiasme ketika MC memanggil nama J-Rocks. Suasana menjadi begitu sunyi ketika asap buatan mulai mengepul dengan diiringi pencahayaan yang kemerahan. Di sudut kiri panggung, seseorang dengan kemeja berwarna putih terlihat samar. Para penonton memandang dengan rasa ingin tahu. Saat terdengar suara gitar yang meraung-raung, sontak seluruh penonton bersorak penuh gairah. Penata lampu mengarahkan lampu sorot ke pria berkemeja putih di sudut panggung yang ternyata adalah Sony, gitaris J-Rocks. Tangannya dengan mahir memainkan gitarnya sehingga menghasilkan melodi lagu 'Tanah Air Beta' yang membuat penonton terbawa suasana dan akhirnya menyanyikan lagu tersebut dengan khidmad.

Kekaguman yang sesungguhnya baru memuncak ketika seluruh personil J-Rocks naik ke atas panggung dan menghentak malam dengan lagu-lagu mereka yang entah bagaimana terdengar jauh lebih baik dari hasil rekamannya. Perpaduan permainan empat personil J-Rocks--Iman (vokal dan gitar), Sony (gitar), Wima (bass), dan Anton (drum)--yang lebih garang namun tetap harmonis dengan dibumbui permainan skill yang luar biasa mampu membuktikan bahwa mereka bukanlah musisi yang hanya bisa dipandang sebelah mata. Aksi mereka yang penuh semangat di atas panggung sepertinya menular pada para penonton, sehingga mereka berjingkrak-jingkrak dengan penuh semangat.

Penampilan J-Rocks dan Mocca malam itu mendapat tempat tersendiri di hati penonton. Beberapa penonton memang kecewa karena satu dan lain hal. Akan tetapi, sebagian besar menyatakan bahwa mereka puas dengan acara yang merupakan acara terakhir dari rangkain acara Accounting Carnival 2011. "Penampilan J-Rocks menutupi kekurangan yang ada. Salut untuk panitia," kata salah seorang penonton.

Popular Posts