Minggu, 12 Juni 2011

Dari Kamera Kertas Karton Sampai Metro TV

Tugas ke-2 KSPK: membahas orang kreatif yang ada di sekitar kita. Aku sempat bingung mendapat tugas ini, apa lagi setelah mendapat jarkom bahwa hari Senin tanggal 13 besok, akan ada kuliah KSPK. Siapa ya yang harus dibahas?

Semakin dipikir, saya semakin bingung. Sambil menatap layar televisi, saya terus memutar otak. Layar televisi sedang menampilkan acara favorit saya--balapan Motogp--yang sudah berlangsung lebih dari setengah permainan. Sekeping demi sekeping, saya mulai mengumpulkan gambaran beberapa orang yang menurut saya kreatif sambil terus menatap layar televisi. Sepotong demi sepotong pempek yang menjadi menu makan malam saya juga terus masuk ke mulut saya. Tapi inspirasi tak kunjung datang.

Akhirnya, saya kepikiran adik sepupu saya. Tunggu dulu. Apa dia termasuk orang kreatif ya? Saya berdiri sebentar, masuk ke kamar, mengambil materi minggu lalu, dan membacanya.


PENGERTIAN KREATIFITAS

Nah, ini menurut materi minggu lalu. Kreatifitas adalah:
1. Kemampuan menghadirkan gagasan-gagasan baru untuk memecahkan masalah.
2. Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak dibuat oleh orang lain, sesuatu yang baru dan memiliki dayaguna.
3. Membuat sesuatu yang abstrak menjadi nyata, sesuatu yang potensial menjadi aktual.

Hmm. Saya berpikir sejenak, tapi kepala saya kembali puyeng. Apa benar adik sepupu saya ini termasuk anak kreatif? Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti berpikir terlalu ruwet dan mulai mengetik.

ADIK SEPUPU

Pertama-tama, saya ingin memperkenalkan adik sepupu saya terlebih dahulu. Namanya Dave Nirvana, terinspirasi dari nama drummer terdahulu band legendaris Nirvana, Dave Grohl, yang lebih dikenal dengan Dave Nirvana. Awalnya, Bu Dhe saya ingin menamainya Dave Nirvana Alam supaya sama dengan nama ayah saya, saya, dan adik saya (Galuh Mazenda Ramadhan Alam) yang berakhiran 'Alam'. Tapi karena ayahnya yang tidak setuju, akhirnya rencana pemberian nama Alam itu dibatalkan.

Dave lahir pada tanggal 18 Juni 1994. Saya lupa dia lahir di Malang atau Surabaya. Yang jelas, sejak bertahun-tahun yang lalu dia tinggal di Malang, sehingga hubungan antara saya, Galuh, dan Dave ini sudah sangat dekat. Hampir seperti saudara kandung lah.


Dari kiri ke kanan: Galuh, saya, dan Dave

Sejak kecil, kami bertiga memiliki hobi yang berbeda-beda. Adik saya sangat hobi memainkan alat musik (drum dan gitar) dan bermain sepak bola (dia pernah bergabung di Arema Junior), saya hobi membuat komik dan cerita, sedangkan si kecil Dave, dia suka sekali menciptakan barang-barang 'antik' yang dia gunakan untuk bermain sendiri. Barang antik itu adalah: kamera mainan dari karton bungkus pasta gigi.


HOBI YANG ANEH

Yap, sebenarnya, masih banyak barang aneh yang sering dia hasilkan sendiri. Tapi, menurut saya, inilah yang paling menarik. Dengan kamera mainan itu, dia berkeliling rumah dan berpura-pura menjadi cameraman. Di lain waktu, dia duduk di depan cermin dan beraksi bak pembaca berita sambil melaporkan hasil rekamannya. Kadang saya tertawa melihatnya, kadang merasa aneh, tapi saya lebih sering tidak memperhatikannya. Saat itu, saya masih terhitung kecil (apa lagi Dave) dan sama sekali tidak mengira bahwa hobi ini akan terus dia tekuni hingga hari ini. Bahkan, hobi ini juga membawa prestasi dan kebanggaan bagi keluarganya dan kakek-nenek kami.

Pada tahun 2005, saudaranya dari pihak ayahnya memberikannya hadiah sebuah handycam: SONY J-330 E. Itu model yang terhitung lama, tapi hadiah itu merupakan hadiah yang sangat berarti baginya. Dengan kamera itu, dia tidak lagi menggunakan karton pasta gigi untuk berpura-pura menjadi cameraman. Seingat saya, dia jarang sekali berpisah dengan kamera hitamnya itu. Di rumah nenek (di mana dia tinggal) dia selalu membawa kamera itu dan mengambil gambar segala hal. Pada hari Sabtu, ketika saya dan Galuh langsung pulang ke rumah nenek setelah sekolah, dia meminta kami menjadi model eksperimen videonya. Hehe, jadi malu.

Dia memutar balik video yang sudah direkam, sehingga membuat saya dan adik saya seakan-akan melakukan sulap: kain yang tergeletak di lantai, tiba-tiba terbang ke udara, ke genggaman tangan saya (yang terlihat di video itu hanya tangan saya); kertas yang awalnya sobek, bisa tersambung lagi.

Selain itu, dia suka mengedit-edit gambar atau mendesain power point. Ya, cukup bagus untuk ukuran anak SD. Maksud saya, dia tidak membuat power point yang penuh gambar, melainkan power point yang penuh desain inovatif yang inspirasinya didapat dari animasi-animasi di televisi. Dia juga sering membuat logo-logo dari stasiun televisi khayalannya yang mungkin kelak akan menjadi kenyataan. Hobinya membuat power point ini juga memberi keuntungan buat saya. Jadi, kalau ada tugas, saya sering minta desainnya, dan tinggal memasukkan materi-materi. Hehe. Nah, sepertinya ini memenuhi salah satu pengertian kreatifitas: kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak dibuat oleh orang lain, sesuatu yang baru, dan memiliki daya guna.

SEMAKIN SERIUS

Hobinya merekam video semakin menjadi-jadi. Setiap ada event-event di Malang, dia pasti ada di sana dan mengambil gambarnya. Dia menyimpan video-videonya itu dalam format magnetic tape. Suatu hari, di sebuah acara tahunan yang diadakan di Kota Malang, yaitu Gerak Jalan Turen-Malang, terjadi sebuah kericuhan. Karena dia suka sekali menonton acara-acara di Metro TV, maka (entah apa yang membuatnya berpikir begitu) dia mengirim video tersebut dengan judul Ricuh Garis Finish Turen-Malang 2006. Dan--- jeng jeng jeng... video itu dimuat di acara Suara Anda. Ya, menurut saya memang sebagian besar video yang dikirim akan dimuat. Tapi yang membuat hal itu menjadi hebat adalah saat itu dia masih duduk di kelas 6 SD. Apalagi, ketika diwawancara via telepon, suara yang terdengar di ujung sana adalah suara anak-anak. Salut untuk Dave.

Dia pun semakin serius dengan hobinya ini. Menginjak masa SMP, dia mengikuti ekskul broadcasting dan menjadi penyiar di SMP-nya. Saya rasa ini berhubungan dengan hobinya dari kecil yang suka pura-pura jadi penyiar di depan cermin. Tahun 2008, dia kembali mengirimkan berita ke Metro TV. Kali ini berita ini dimuat di acara I-Witness dengan judul berita Batu Paralayang Open 2008 dan reward yang didapatkan cukup lumayan.

Sayang sekali, Dave sudah sangat tergila-gila dengan kameranya ketika kamera tersebut akhirnya rusak setelah dipinjam oleh orang lain. Hingga saat ini, dia belum memperbaiki kamera itu. Sekarang, dia menuangkan kreatifitasnya dengan menjadi Direktur Program Dhamsyoga Radio SMAN 5 Malang. Sebagai Direktur Program, dia bertugas untuk tetap membuat program-program radio yang inovatif namun bermanfaat bagi siswa-siswa lainnya. Ya, semoga kameramu bisa lekas diperbaiki, Dave.


Dave dan Sony J-330 E yang pernah mengisi hari-harinya T_T


AKHIR KATA

"..."

Apa ini bisa dibilang sudah selesai? Sepertinya sudah tidak ada yang bisa diceritakan lagi. Ya, akhir kata, terimakasih kepada Dave, yang bersedia diganggu lewat HP malam-malam untuk ditanya ini itu. Dan juga, terimakasih yang tak terperi kepada adikku yang tercinta (wueks!), Galuh Mazenda Ramadhan Alam, yang bersedia membantu dengan mengirimkan foto lewat e-mail (padahal modemmu lemot parah yo, le?).




Sebagai ucapan terima kasih, takpajang fotomu ndek kene...

Senin, 16 Mei 2011

Batas Antara Plagiat dan Terinfluence

Keempat personil J-Rocks mengangguk-angguk cepat seakan tidak sabar untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Waktu itu jam sudah menunjukkan kira-kira pukul 21.00. Hanya beberapa menit waktu yang tersisa sebelum J-Rocks harus tampil di atas panggung. Sesaat, terdengar suara-suara dari panggung Lapangan Pondok Betung; rangkaian acara lain sedang berlangsung di sana.


"Ya," jawab mereka akhirnya. "Terinfluence dan plagiat itu beda, ya. Plagiat itu meniru, menjiplak sekali. (Istilahnya) copy-paste, itu (yang dinamakan) plagiat. Tapi, kalau terinfluence, mungkin hanya nuansanya yang terpengaruh. Seperti kita (kami, red.) terpengaruh dengan musik-musik Jepang, tapi bukan meniru atau mengkopi langsung gitu, terinfluence."


Itulah tanggapan personil J-Rocks setelah ditanyai perihal isu plagiarisme yang menimpa mereka. Seperti kita ketahui, beberapa pihak memang memiliki pendapat bahwa J-Rocks merupakan salah satu band dari Indonesia yang memplagiat karya dari musisi luar negeri. Sementara itu, band J-Rocks sendiri mengatakan bahwa mereka hanya terpengaruh. Terinfluence.


PENGERTIAN PLAGIARISME
Begitu Sony naik ke atas panggung dan memainkan gitarnya, saya mempunyai harapan baik mengenai penampilan J-Rocks. Gitaris J-Rocks tersebut memainkan gitarnya dengan sangat baik. Introduksi yang cukup menarik dan menggugah di kala malam beranjak larut. Namun, kehebatan yang sesungguhnya baru benar-benar dimulai ketika grup band asal Jakarta yang berdiri tahun 2003 tersebut menghentak Lapangan Pondok Betung dengan lagu pertama mereka. Kisaran 700 penonton yang malam itu hadir di lapangan Pondok Betung seketika berjingkrak-jingkrak berbagi kebahagiaan.
Rentetan lagu-lagu mereka digeber dan disambut dengan nyanyian oleh massa penonton. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa band ini adalah salah satu band luar biasa yang dimiliki Indonesia. Terbukti dengan begitu banyaknya fans yang mereka miliki, yang tergabung dalam komunitas bernama J-Rockstar. Akan tetapi, seperti kita ketahui, beberapa pihak beranggapan bahwa band yang sedang dalam penampilan hebatnya ini menjiplak karya musisi lain yang berasal dari negeri sakura. Menjiplak, atau istilahnya: plagiat.
Sebagai orang awam yang hanya memiliki sekelumit pengetahuan tentang musik, saya bertanya-tanya sendiri. Sebenarnya, apa arti plagiat itu sendiri? Bagaimana bisa orang-orang tersebut mengatakan seorang musisi meniru karya orang lain?
Menurut KBBI, Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Dalam dunia musik sendiri, sebuah lagu dikatakan plagiat jika memiliki kemiripan dengan lagu lain sebanyak 8 bar atau lebih.
Oh, jadi itu yang dinamakan plagiat? Plagiat memang sesuatu yang merugikan. Namun, apakah bijaksana jika kita langsung menjudge bahwa sebuah lagu menjiplak lagu lain tanpa mengerti apa sebenarnya plagiat itu sendiri?
Ya, setiap orang memang mempunyai pendapat masing-masing. Tapi, saya sedikit merasa risih saat mendengar beberapa orang yang menyatakan 'anti' terhadap suatu band tertentu setelah mengatakan bahwa band tersebut plagiat.


GELAS SETENGAH BERISI ATAU GELAS SETENGAH KOSONG
Ya, bisa dikatakan ini hanyalah pendapat saya. Setiap orang pasti memiliki idola, tak terkecuali para seniman sekalipun. Seorang seniman yang mengidolakan seniman lain, ketika menghasilkan sebuah karya, tidak akan bisa dipungkri bahwa dalam karya seni itu sendiri akan terkandung sentuhan-sentuhan dari seniman lain yang diidolakannya. Hal ini tidak berlaku dalam hal bermusik saja. Saya memiliki seorang teman yang sangat suka menggambar karakter-karakter kartun Jepang. Waktu SMP, dia sangat mengidolakan sebuah komik. Hasilnya, di masa SMP, dia memiliki style gambar sama seperti komik yang diidolakannya. Begitu juga di SMA ketika dia mengidolakan komik lain. Dengan kata lain, dia memiliki style yang sama dengan yang diidolakannya meskipun memiliki perbedaan.


"Intinya, apa yang kita pelajari itu apa yang kita keluarin," kata personil J-Rocks yang lain. "Kami sendiri sangat menyukai L'arc~en~ciel."


Saya sangat setuju dengan pernyataan ini. Saya sendiri juga pernah membaca di suatu sumber di internet. Intinya, dalam artikel tersebut disebutkan bahwa kita akan sangat membuang-buang waktu jika ingin mencari lagu-lagu yang benar-benar pure tanpa pengaruh dari lagu-lagu lain. Saya juga sependapat dengan hal ini. Pernahkah kalian mendengar nama The Beatles? Saya yakin pernah. Mereka dikenal sebagai band pertama yang mempertontonkan aksi rock di atas panggung. Namun, apakah kalian juga tahu bahwa sebuah band bernama The Tielman Brothers, telah mempertontonkan aksi rock ini jauh sebelum The Beatles terbentuk? Sebagai tambahan, The Tielman Brothers sendiri adalah band asal Indonesia yang mulai terkenal setelah berhijrah ke Belanda pada tahun 1957. Aksi gitar sang frontman, Andy Tielman, dipercaya juga menjadi inspirasi bagi gitaris yang merupakan legenda sekelas Jimi Hendrix.


"Itu hanya seperti pendapat gelas itu setengah berisi atau gelas setengah kosong," kata seorang personil Mocca ketika ditanya perihal pembajakan ini. 
"Kita bisa melihatnya dari sisi positif atau negatif," kata anggota yang lain. "Hasil pembajakan ini bisa jadi ajang promo gratis."


Sebelum J-Rocks terkenal, tidak banyak orang yang tahu tentang L`arc~en~Ciel. Baiklah, mungkin cukup banyak. Tapi, semenjak J-Rocks memperkaya dunia musik di Indonesia diiringi dengan pro-kontra yang mengikutinya, jumlah ini terus bertambah. Saya tidak mengatakan J-Rocks plagiat, akan tetapi, pernyataan salah satu personil Mocca ini memang sudah terbukti benar. Begitu menyukai J-Rocks, seseorang akan tergoda untuk mencari tahu tentang L`arc~en~Ciel.


"Sebenarnya, bagaimana sih tanggapan J-Rocks dikatakan seperti itu?" tanya pewawancara lagi kepada J-Rocks.
"Kami nggak niru," kata salah seorang dari mereka spontan. "Ini sama aja dengan orang-orang yang mengatakan, 'Kami pingin bawain aliran Rock&Roll, nih. Seperti Rolling Stone.' Sama aja, kita (terpengaruh) Jepang, seperti L`arc~en~Ciel."


TIDAK ADA MUSIK YANG BENAR-BENAR PURE
Pada suatu waktu senggang di antara sekian banyak waktu senggang saya yang lain, saya menemukan sebuah pendapat menarik di sebuah forum sosial terbesar di Indonesia. Thread ini sedang membahas hal yang sama seperti yang kita bicarakan saat ini dan ada sebuah pendapat yang bagi saya menarik. Saya pun saling berkirim pesan dengan pemilik pendapat yang menarik ini. Setelah percakapan lewat forum selama beberapa hari, saya baru mengetahui bahwa ternyata dia merupakan alumni dari kampus kita tercinta yang lulus pada tahun 2005. Namanya Dhani Machfud, saat ini dia bekerja di Direktorat Jenderal Pajak dan tergabung dalam komunitas Tax Underground Community.
"Saya termasuk salah satu pendengar Laruku era-era awal meskipun sekarang sudah tidak mengikuti perkembangannya lagi. Saya juga termasuk penggemar J-Rocks sejak mereka masih jadi peserta Nescafe Get Started. Waktu itu nama mereka masih J-Rockstar," begitu dia mengawali pendapatnya terhadap thread tersebut.
"Pendapat saya tentang J-Rock's: Mereka adalah band yang berani, secara penampilan, secara performance, dan benar-benar membawa angin segar ke dunia musik Indonesia yang lagi stuck-nya."
"...Terinspirasi kadang menimbulkan kesalah pahaman yang menjebak musisi untuk menjadi seorang plagiat. Tapi tergantung bagaimana kita menyikapi lagunya. Apakah part yang dibajak itu adalah esensi dari keseluruhan lagu dan mewakili keseluruhan lagu? Apakah intro lagu yang dibajak oleh J-Rock's adalah sebuah esensi dari keseluruhan lagu 4th Avenue Cafe? Tentu bukan. Hanya sedikit 'nuansa' yang berusaha dimasukkan oleh J-rock's disitu. 
Demikian juga dengan lagu 'Ceria' yang katanya mirip dengan lagu 'Cest La Vie', beatnya malah mirip dengan lagu 'Astaga' (James F. Sundah), tapi kalau didengar-dengar, lagu 'Ceria' dan 'Astaga' kok mirip sama 'You Can't Hurry Love' nya Phil Collins ya? Hayoo siapa contek siapa?"


OPEN MINDED ITU PERLU
Begitulah, pada intinya, ada baiknya kita berpikiran positif dan berpikiran lebih terbuka mengenai hal yang satu ini. Hal itu karena, seperti sudah dikatakan di awal, tidak ada musik yang benar-benar pure. Mengutip pendapat Iman J-Rocks pada suatu sesi wawancara lain yang saya dapatkan di internet, "Pokoknya, tetap open minded. Jangan cepat terbawa hawa kebencian. Lebih jujur aja, tanya kepada hati sanubari kalian. Apakah hujatan, makian, cercaan, dan sebagainya itu memang benar adanya?"
Ketika kita telah terbawa hawa kebencian, secara otomatis kita tidak akan dapat memberikan pendapat yang obyektif lagi. Tidak ada band yang tidak terpengaruh musik dari band lain yang menjadi idolanya. Bahkan, meskipun karya-karya awal L`arc~en~Ciel sangat Dead End, begitu pula penampilan Hyde yang sangat mirip dengan Morrie Dead End, toh mereka sekarang mereka memiliki style tersendiri bagi musik mereka. Mengapa kita tidak memberikan kesempatan yang sama bagi band dalam negeri?

AKHIR DARI ACARA PUNCAK ACCOUNTING CARNIVAL 2011
J-Rocks menutup penampilannya malam itu, yang akan menjadi penampilan puncak dari rangkaian acara Accounting Carnival. Iman pun memberikan pujian kepada penonton yang memberikan feedback yang sangat memuaskan bagi mereka. Mereka memainkan permainan puncak mereka. Saat itu, Iman maju, berbalik, dan meletakkan gitarnya di belakang kepala sambil memainkannya. Penonton pun, untuk kesekian kalinya, bersorak. Seluruh penonton pun bertepuk tangan puas. Bahkan, ketika para personil J-Rocks meninggalkan panggung, para penonton masih tetap berada di tempatnya sambil bertepuk tangan. Bagi saya, setelah menyaksikan penampilan mereka malam itu, alasan untuk memandang kemampuan mereka dengan sebelah mata sebenarnya tidak ada. 

Minggu, 15 Mei 2011

EUFORIA: Malam Acara Puncak Accounting Carnival yang Tak Terlupakan

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 pada 8 Mei 2011. Para penonton Acara Puncak Accounting Carnival (AP/AC) sudah mulai berdatangan. Mereka adalah sekumpulan orang-orang yang menanti-nanti untuk menyaksikan Mocca ataupun J-Rocks secara langsung. Beberapa panitia yang telah mempersiapkan acara sebaik mungkin terlihat mondar-manir di lokasi. Beberapa orang menjaga ticket box, beberapa terlihat sedang berkutat dengan proyektor di sisi kiri panggung, dan, yang paling heboh, terdapat seorang panitia dengan pengeras suara yang terus berteriak ke arah jalan raya yang lumayan ramai.
"Ayo! Ayo! J-Rocks dan Mocca! Penggemar J-Rocks dan Mocca, saksikan penampilan J-Rocks dan Mocca!" teriak seorang panitia tersebut. Mau tak mau, orang-orang yang sedang berkendara teralih perhatiannya, beberapa bahkan sampai berhenti dan menanyakan pada panitia mengenai acara puncak. Tak ayal, hal tersebut menimbulkan kemacetan. Tapi, demi kesuksesan acara, tidak masalah lah. Hahahahaha. Tidak, tidak. Lokasi tersebut memang termasuk salah satu jalanan yang sering terkena macet, terutama menjelang petang.

Menjelang petang, adzan maghrib berkumandang. Acara diistirahatkan, para panitia dan penonton muslim pun berbondong-bondong untuk beribadah. Ketika beberapa saat kemudian penonton kembali mengisi lapangan Pondok Betung, MC mengumumkan penampilan Mocca, para penonton yang telah menanti-nantikan penampilan band beraliran swing jazz itu mulai beranjak dan bergerak maju untuk mendekati panggung.
Mocca yang beranggotakan Riko Prayitno (gitar), Arina Ephiphania (vokal dan flute), Achmad Pratama (bass), dan Indra Massad (drum), serta seorang pemain additional yang memainkan saxophone menyapa Lapangan Pondok Betung dengan lagu pertama mereka malam itu yang berjudul 'I Think I'm in Love'. Beberapa penonton yang sebagian besar laki-laki pun secara mengejutkan mampu melafalkan lagu-lagu Mocca yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Inggris.


"Dari tadi capek ya nyanyi lagu bahasa Inggris terus?" Dengan senyumnya yang ramah dan menawan, Arina mencoba berinteraksi dengan penonton sementara anggota Mocca yang lain beristirahat. Penonton pun menjawab prtanyaan tersebut dengan jawaban versi mereka masing-msing. Tak lama berselang, lagu berbahasa Indonesia berjudul 'Hanya Satu' yang bernuansa sendu mengalun, membuat para penonton terbawa suasana. Lagu tersebut disusul dengan lagu yang berirama lebih rancak berjudul 'Do What You Wanna Do' yang diikuti para penonton dengan antusias. Yang jelas, penampilan Mocca yang sangat elegan di atas panggung tersebut mampu memikat para penonton yang hadir malam itu.

Penampilan Mocca yang sudah memukau dilanjutkan dengan penampilan-penampilan dari mahasiswa STAN. Dari sudut pandang penonton, penyusunan acara ini memang sedikit mengecewakan. Tapi, penampilan J-Rocks setelah itu menyembuhkan segalanya.


Aku dan personil Mocca

Para penonton bersorak penuh antusiasme ketika MC memanggil nama J-Rocks. Suasana menjadi begitu sunyi ketika asap buatan mulai mengepul dengan diiringi pencahayaan yang kemerahan. Di sudut kiri panggung, seseorang dengan kemeja berwarna putih terlihat samar. Para penonton memandang dengan rasa ingin tahu. Saat terdengar suara gitar yang meraung-raung, sontak seluruh penonton bersorak penuh gairah. Penata lampu mengarahkan lampu sorot ke pria berkemeja putih di sudut panggung yang ternyata adalah Sony, gitaris J-Rocks. Tangannya dengan mahir memainkan gitarnya sehingga menghasilkan melodi lagu 'Tanah Air Beta' yang membuat penonton terbawa suasana dan akhirnya menyanyikan lagu tersebut dengan khidmad.

Kekaguman yang sesungguhnya baru memuncak ketika seluruh personil J-Rocks naik ke atas panggung dan menghentak malam dengan lagu-lagu mereka yang entah bagaimana terdengar jauh lebih baik dari hasil rekamannya. Perpaduan permainan empat personil J-Rocks--Iman (vokal dan gitar), Sony (gitar), Wima (bass), dan Anton (drum)--yang lebih garang namun tetap harmonis dengan dibumbui permainan skill yang luar biasa mampu membuktikan bahwa mereka bukanlah musisi yang hanya bisa dipandang sebelah mata. Aksi mereka yang penuh semangat di atas panggung sepertinya menular pada para penonton, sehingga mereka berjingkrak-jingkrak dengan penuh semangat.

Penampilan J-Rocks dan Mocca malam itu mendapat tempat tersendiri di hati penonton. Beberapa penonton memang kecewa karena satu dan lain hal. Akan tetapi, sebagian besar menyatakan bahwa mereka puas dengan acara yang merupakan acara terakhir dari rangkain acara Accounting Carnival 2011. "Penampilan J-Rocks menutupi kekurangan yang ada. Salut untuk panitia," kata salah seorang penonton.

Rabu, 04 Mei 2011

Inilah Mengapa Para Archer Membidikkan Anak Panah Mereka Lebih Tinggi dari Sasarannya



PROLOG
Kemarin (3 Mei 2011) seorang teman di kelasku menawarkan sesuatu yang menarik perhatianku. Dia berdiri di depan kelas selagi menanti dosen dan berkata kepada sekelompok teman-teman sekelasku yang sedang bersantai (aku termasuk salah satu di antara mereka), "Eh, ini pada ada yang pingin ikut Japanese Educational Seminar ga?"

Sensor telingaku, menangkap kata-kata Japan***, langsung tertarik. Aku langsung bertanya, "Kapan? Kapan?"

Temanku pun dengan gaya informan, memberitahukan informasi yang dibutuhkan, tapi, lalu dia berkata, "Ya ntar deh gue post di grup kelas (grup di facebook maksudnya)."

Aku yang merasa sangat bersemangat, langsung membuka grup kelas sesampainya di kos. Temanku itu sudah mengepost link yang ada. Aku mengeklik link tersebut lalu melihat-lihat member dari Japanese Universities for Motivated People (JUMP). Dan betapa senangnya waktu aku mendapati Tsukuba University (universitas sasaranku untuk menempuh S2 nanti) menjadi salah satu member dari JUMP ini. Aku jadi semakin bersemangat. Sambil membuka-buka link bar link bar yang ada, akhirnya aku menemukan link pendaftaran. Aku pun mendaftarkan diri.

Setelah pihak penyelenggara mengirim form undangan yang harus kubawa saat hari H nanti melalui e-mailku, akupun kembali membuka fb grup kelasku. Ternyata sudah banyak komen yang muncul di bawah post temanku. Saat menscroll mouse-ku, aku terpaku pada salah satu komen temanku yang mengatakan: Aku kuliah di Indonesia aja cukup (Melirik kemampuan). Lho kok?

Aku tidak menyalahkan cita-citanya untuk berkuliah di Indonesia. Yang aku permasalahkan hanya tambahannya '(melirik kemampuan)'. Ada apa memang dengan kemampuannya? Padahal, jika dibandingkan dengan IP-ku, IP-nya selalu lebih baik.
Aku selalu heran dengan orang-orang yang sebenarnya pintar tetapi malah memiliki cita-cita yang menurutku kurang--apa ya kata yang tepat?--ya, agak kurang sesuai lah dengan kemampuan dia yang sebenarnya. Aku pernah memiliki seorang teman di SMA, dia temanku dari SMP. Orangnya sangat pintar dan selalu masuk 10 besar di sekolah (bukan hanya di kelas). Tapi dia tidak memiliki cita-cita yang tinggi. Untuk ukuran orang seperti dia, aku mengira dia akan menjadi dokter yang handal suatu hari nanti, mengingat ibu dan kakaknya adalah orang medis dan dia juga menyatakan ingin menjadi orang medis. Akan tetapi, apa yang terjadi? Saat ini dia berkuliah di Keperawatan. Sayang sekali untuk orang yang memiliki potensi dan kemampuan luar biasa seperti yang dimilikinya.

Suatu kali, ketika kami bertemu, dia menyatakan penyesalannya padaku. "Iya ya, Ra? Seharusnya aku jadi dokter, bukan perawat," katanya dengan raut muka yang pasti sudah bisa ditebak.
Ya, dia menyesal.



Mindset

MINDSET
Ini bukan tentang orang pintar yang menyesali keputusannya. Ini adalah tentang passion, cita-cita, dan yang terpenting: mindset. Orang sukses adalah orang dengan mindset yang luar biasa. Mereka memikirkan passion dan cita-cita mereka sedemikian rupa sehingga apa yang ada dalam pikiran mereka itu benar-benar terwujud. Mereka membentuk pikiran mereka sedemikian rupa, mengendapkannya di dalam kepala, sehingga berpikir itulah jalan hidup mereka. Lalu tubuh mereka merespon. Semesta pun mendukungnya. Lalu, apa yang ada di pikiran mereka pun akhirnya menjadi kenyataan. Dengan kata lain, orang-orang dengan mindset yang luar biasa ini telah menciptakan bagi mereka sendiri jalan kehidupan yang ingin mereka tempuh.

Orang-orang dengan mindset kuat ini, ketika menghadapi rintangan, akan berpikir bahwa rintangan-rintangan itu hanyalah bumbu penyedap yang akan memberikan rasa bagi keberhasilan mereka nantinya. Karena mereka yakin mereka akan meraih tujuan mereka. Tidak percaya?

Meskipun aku belum--aku tekankan: belum--termasuk orang sukses, aku adalah termasuk orang-orang yang memiliki mindset bagi hidupku. Mintalah aku menceritakan bagaimana aku beberapa tahun mendatang. Aku akan menjawabnya. Mobil pertamaku? Bagaimana bentuk rumahku? Apa yang akan kuraih sepuluh tahun dari sekarang? Aku sudah memikirkannya. Ya, meskipun Allah pada akhirnya yang akan menentukan apakah itu semua bisa terwujud. Sebagai tambahan, aku sudah mendesain bentuk rumahku nantinya saat kelas XII SMA. Aku berharap itu akan terealisasi.

Inilah mindset-mindset yang kumiliki dan sudah terealisasi:
1. Aku sudah membayangkan namaku tertulis di kover sebuah novel saat aku masih berkutat dengan serial Ninjas yang kutulis sewaktu duduk di bangku SD, pada akhirnya itu terealisasi saat aku duduk di bangku SMA kelas XI, sekitar 5 tahun setelah aku menetapkan namaku harus tertulis di kover sebuah novel. Novel pertamaku yang berjudul Kick-Off!!! akhirnya terbit. Mindsetku berhasil.
2. Aku sudah menentukan ke SMP mana dan SMA mana saat aku masih duduk di bangku SD. Kalau buku-buku SD-ku kutemukan, pasti aku akan melihat daftar sekolah impianku yang sudah kubuat sejak aku duduk di kelas V SD. Daftar itu seperti ini: SDN Gadang V, SMP Negeri 3 Malang, SMA Negeri 3 Malang. Dan, semua itu bisa kuraih secara ajaib meskipun aku tidak termasuk anak pintar.
3. Kalau aku membuka buku-buku SMA-ku, hampir di setiap buku akan kutemukan tulisan: Menuju STAN, dengan gambar kartun diriku yang sedang mengepalkan tangan. Dan, di sinilah aku sekarang.

Jadi, begitulah. Bagiku, untuk mendapatkan kesuksesan, kita harus membidikkan cita-cita kita setinggi-tingginya. Meski aku tidak pernah mendapatkan IP cum laude, aku tidak takut mengatakan bahwa aku akan menjadi mahasiswi master degree di Social and Economic Science di Tsukuba University. Itulah asal mula nama blog-ku: Road to 筑波大学 (Road to Tsukubadaigaku/ menuju universitas Tsukuba).


SEBUAH FILSAFAT
Suatu hari, ketika membuka sebuah presentasi, seorang temanku bercerita:
Seorang pangeran sedang belajar memanah (istilah Jawanya: ngembat watang). Awalnya dia membidik sasarannya dengan mengarahkan panahnya tegak lurus dengan sasarannya itu. Bidikannya selalu meleset, karena panahnya selalu menancap di bawah sasarannya. Saat itu, gurunya berkata, "Kalau membidikkannya dengan lurus-lurus saja, tembakanmu tidak akan mengenai sasaran."
Pangeran itupun bertanya, "Lalu, aku harus bagaimana, guru?"
"Arahkan anak panahmu lebih tinggu dari sasaran itu, maka anak panah itu akan menancap tepat di sasaranmu," kata gurunya bijak.
Sang Pangeran pada awalnya ragu-ragu, tapi lalu ia menuruti kata-kata gurunya. Dia memiringkan arah anak anahnya membentuk sudut, sedikit lebih tinggi dari sasarannya. Saar tangan kanannya melepaskan anak panah itu, dan anak panah itu melesat, pada awalnya anak panah itu memang mengarah ke atas. Tapi, pada jarak tertentu anak panah itu menurun, lalu jatuh dan menancap tepat di sasaran.


Baiklah, kita analogikan sasaran itu sebagai kesuksesan kita. Lalu, analogikan bagaimana kita membidik sasaran itu sebagai bagaimana kita harus menetapkan cita-cita kita. Untuk meraih kesuksesan kita sendiri, kita tidak perlu ragu-ragu untuk memiliki cita-cita setinggi mungkin. Cita-cita tinggi itulah yang akan mengantar kita pada kesuksesan versi kita. Jadi, jangan pernah lagi kata-kata melirik kemampuan atau kata-kata pesimistis lainnya menghalangi jalan kita menuju kesuksesan.

EPILOG
Bayangkan jika para pemanah mangarahkan anak panah mereka lurus dari sasaran, mereka tidak akan pernah mencapkan ujung anak panah mereka di sasaran secara tepat. Oleh karena itulah, untuk menancapkan panah itu tepat pada sasaran, mereka membidikkan anak panahnya lebih tinggi dari sasarannya. Itulah mengapa mereka membidikkan anak panah mereka lebih tinggi dari sasaran mereka.




Kamis, 28 April 2011

WAWANCARA DENGAN SHIGETADA NISHIJIMA (Sejarah Proklamasi Indonesia yang tidak Pernah Diungkapkan)

Waktu lagi iseng-iseng cari info tentang proklamasi kemerdekaan di mbah google, secara gak sengaja saya menemukan artikel ini. Artikel ini merupakan naskah wawancara dari Basyral Hamidy  Harahap dengan Shigetada Nishijima, seorang tokoh sejarah yang merupakan satu-satunya saksi hidup yang turut hadir dalam perumusan naskah proklamasi. Isi wawancara ini sangat mengejutkan dan menggugah perubahan persepsi saya tentang peristiwa proklamasi yang sakral itu.






SHIGETADA NISHIJIMA, SAKSI PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI



Basyral Hamidy Harahap

Pengantar dari penulis:
Artikel ini dimuat oleh Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001, halaman 28 kolom 1 s.d. 9 yang disalin kembali seperti di bawah ini dengan koreksi nama Shigetada Nishijima yang di KOMPAS tertulis Sigetada Nishijima.


SAYA merasa beruntung mendapat peluang mewawancarai satu-satunya saksi hidup peristiwa bersejarah perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dia adalah Shigetada Nishijima (90), yang kini hidup bersama isterinya di suatu apartemen di Tokyo. Pertemuan kami berlangsung dalam suasana kekeluargaan yang kental. Ini merupakan wawancara saya yang kedua dengan Nishijima. Pertama, pada bulan November 1990 di kediaman Nu. Adam Malik di Jalan Diponegoro 29, Jakarta Pusat. Kedua, tanggal 10 Oktober 2000 di Meguro-ku, Tokyo.





PERTEMUAN itu diatur beberapa hari sebelumnya. Kedatangan saya diterima dalam suasana kekeluargaan yang hangat oleh Shigetada Nishijima dan Hideki Nishijima, puteranya kelahiran Bandung. Ketika itu Ny. Nishijima sedang sakit.


Berbincang-bincang selama satu jam penuh dengan tokoh seperti Shigetada Nishijima, merupakan suatu kehormatan bagi saya. Nishijima telah menyediakan sjumlah bahan-bahan wawancara. Nishjima memperlihatkan beberapa dokumen penting, antara lain empat halaman surat Mr. Ahmad Subarjo bertanggal 18 Oktober 1954, sepucuk surat Adam Malik, surat asli Bung Hatta bersama amplopnya yang masih berperangko. Nishijima menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada saya. Sebuah naskah memoarnya dalam bahasa Jepang menjadi rujukan dalam wawancara itu.

Nishijima adalah pribadi yang menarik. Dia seorang yang periang, ingatannya masih cerelang, suaranya lantang, fasih berbahasa Indonesia, Inggris, dan Belanda. Sebelum pendudukan Jepang, Nishijima tinggal di Jakarta, kemudian pindah ke Bandung sebagai pegawai di Toko Jepang, Chiyoda. Karena pergaulannya yang erat dengan para pemuda pejuang Indonesia menjelang pendudukan Jepang, pemerintah colonial Belanda menangkap Nishijima. Dia mendekam di kamp tahanan politik berpenghuni kira-kira 500 orang di Garut. Di antara tahanan itu ada Adam Malik, Asmara Hadi, S.K. Trimurti, dan lain-lain.

Pada masa pendudukan Jepang, Nishijima adalah tangan kanan sekaligus penerjemah bagi Laksamana Tadashi Maeda. Menjelang proklamasi kemerdekaan, Nishijima banyak membantu para pemuda, antara lain Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, Elkana Lumban Tobing, B.M. Diah, Wikana, Pandu, dan lain-lain.


Wawancara dengan Nishijima saya fokuskan pada peristiwa perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945 malam di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol 1, Jakarta Pusat sekarang.

Laksamana Tadashi Maeda dan Shigetada Nishijima telah sepakat, bertekad bulat untuk tidak menceritakan kepada Sekutu tentang keterlibatan mereka dalam perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu. Alasannya antara lain untuk melindungi nama baik Republik Indonesia. Terlebih, Sekutu sudah mencium keterlibatan pihak Jepang. Sekutu menuduh bahwa Proklamasi itu adalah rekayasa pihak Jepang. Di bawah ini beberapa petikan wawancara dengan Shigetada Nishijima, sebagai berikut:




Admiral Tadashi Maeda

Tanya (T): Pak Nishijima, bagaimana sikap Laksamana Tadashi Maeda dan Pak Nishijima sendiri menghadapi tuduhan Sekutu tentang keterlibatan pihak Jepang dalam perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 16 Agustus 1945?

Jawab (J): Terus terang, Laksamana Muda T. Maeda dan saya berusaha sekeras-kerasnya untuk menjaga nama baik Republik Indonesia, agar jangan sampai Belanda bias mengecap RI itu sebagai bikinan Jepang. Pada akhir bulan Desember 1946, E.S. Pohan sebagai war crime's suspect, dipindahkan dari salah satu tempat ke penjara Gang Tengah. Dia dimasukkan ke double sel yang tadinya ditempati Tuan T. Maeda. Kemudian Tuan T. Maeda dipindahkan ke dalam sel saya. Memang ini adalah kesalahan dari pihak pengurus penjara. Karena Tuan T. Maeda dan saya masih belum diperiksa mengenai rapat dan kejadian di rumah Tuan T. Maeda. Kami berdua merasa amat senang. Kami berunding betul-betul sampai mana boleh terus terang dan mana harus tinggal diam saja mengenai perumusan naskah proklamasi.
Karena pada waktu itu Belanda berusaha keras untuk mengecap Republik sebagai bikinan Jepang. Karena apa? Karena tanggalnya ditulis ‘05. ’05 artinya artinya tahun Jepang, bukan ’45. Biarpun pemeriksa berturut-turut empat hari menekan saya sampai akhirnya mengeluarkan air kencing berdarah, saya tetap tidak mengaku. Umur saya waktu itu hamper 36 tahun dan masih bisa tahan.

T: Siapa saja yang duduk di meja bundar ketika merumuskan naskah Proklamasi itu? 

J: (Sambil menggambarkan suasana di ruangan itu Nishijima berkisah). Di sini duduk Tuan Maeda, Tuan Sukarno, Tuan Hatta, Mr. Subarjo, saya sendiri, Tuan Yoshizumi, dan S. Miyoshi dari Angkatan Darat. Kami membicarakan bagaimana teks proklamasi. Pemuda ada di luar, antara lain Sukarni, Chairul Saleh dan yang lainnya. Pemuda meminta agar supaya teks itu bunyinya keras, artinya hebat. Padahal saya sendiri sebagai pihak Jepang, apalagi saya tahu sedikitnya international law bahwa jika pihak Jepang mengakui dan menyetujui teks itu, kita akan dimarahi oleh Sekutu. Jadi kata-kata itu harus dirumuskan. Sehingga ada perubahan-perubahan. Perubahan itu, tentang kata penyerahan, dikasihkan, atau diserahkan. Itu tidak bisa. Perebutan juga kita tidak mau mengakuinya. Sehingga di sini diadakan pemindahan kekuasaan. Sukarno sendiri menulis diselenggarakan. Pihak Indonesia tidak mengakui bahwa itu dicampuri oleh Jepang.

T: Apakah Pak Nishijima pernah menulis tentang peristiwa perumusan naskah Proklamasi itu?

J: Saya dan sudara Koichi Kishi sudah menerbitkan buku tentang pendudukan Jepang di Indonesia dalam bahasa Jepang berjudul Indonesia niokeru Nihon Gunsei no Kenkyu yang diterbitkan pada bulan Mei 1959. Soal perumusan juga tertera di dalam buku itu. Tidak kurang dari 100 tulisan ditambah televise BBC London dan NHK Tokyo yang menyiarkan keterlibatan saya dalam perumusan naskah Proklamasi.

T: Bagaimana pendapat Pak Nishijima tentang sikap pihak Indonesia yang tidak mengakui keterlibatan Jepang dalam penyusunan naskah Proklamasi itu?

J: Saya memahami perasaan pihak Indonesia bahwa soal proklamasi itu betul-betul peristiwa bersejarah. Jadi mereka tidak mau mengakui bahwa orang Jepang campur tangan dalam hal itu.

T: Bagaimana reaksi pemimpin-pemimpin Indonesia terhadap klarifikasi Pak Nishijima bahwa sebenarnya pihak Jepang mengambil bagian dalam perumusan Proklamasi itu?

J: Sampai sekarang saya tidak menerima “bantahan secara terbuka” dari pihak Indonesia, baik dari pelaku-pelaku maupun pemuda-pemuda atau pemimpin-pemimpin yang mengintip.

T: Apakah ada saksi lain yang dapat membenarkan keterangan Pak Nishijima itu?

J: Ada, Nyonya Satsuki Mishima, alamat 1-28-16, Bukomotomachi, Amagasaki-shi, telepon 064-31-2509. Dialah yang menyediakan makan sahur bagi Bung Karno dan Bung Hatta. Saya Tanya kepadanya tentang berapa orang Jepang duduk di meja bundar bersama-sama Bung Karno, Drs. Hatta dan Mr. 
Subarjo. Dia menjawab tegas bahwa ada Laksamana T. Maeda, T. Yoshizumi, S. Nishijima, dan S. Miyoshi dari Angkatan Darat.

T: Sejauh mana Pak Nishijima mengenal Bung Karno, Bung Hatta, Adam Malik, dan Ahmad Subarjo?

J: Saya mengenal Bung Karno dan Bung Hatta di Jakarta. Ketika itu pemuda begitu berkobar. Sehingga saya menjadi pengantara. Ketika itu saya sudah kenal baik sama Bung Karno dan Bung Hatta. Saya bersama-sama pergi ke Makassar pada masa perang. Jadi ketika itu saya terpaksa menjadi pengantara pemuda, Karni, dan Chairul Saleh. Bung Karno juga baik sekali sama saya. Adam Malik melihat saya sebagai saudara. Saya juga menganggap dia sebagai saudara. Dia bekas pejuang. Jadi saya menghargai betul.Mr. Subarjo adalah sahabat baik saya. Dia menulis surat kepada saya pada tanggal 18 Oktober 1954. Subarjo antara lain menulis, “Percayalah bahwa sampai mati saya tak akan lupa teman-teman di Jepang yang dengan hati suci dan sungguh-sungguh membantu kami dalam melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hanya orang sedikit saja yang tahu menahu akan seluk-beluknya di sekitar Proklamasi. Dan, sudah barang biasa dalam sejarah dunia bahwa di belakang kejadian-kejadian yang sangat penting masih terbenam beberapa faktor-faktor yang tak diketahui oleh umum. Seperti dalam Proclamation of Independence daripada Amerika Serikat, baru saja belakangan hari ini diketahui bahwa bukan Thomas Jefferson yang merancangkannya, tetapi seorang bernama Thomas Paine yang menulis beberapa buku ilmu filsafat, seperti The Rights of Man. Baru 150 tahun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Amerika, orang mulai mengetahui bahwaThomas Paine itu yang merancangkan kata-kata Declaration of Independence itu.

Maka dari itu, penting sekali kalau orang-orang seperti Tuan yang tahu betul seluk-beluknya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menulis feitennya (faktanya, penulis). Terserah kepada historicus yang akan dating untuk menulis dengan cara obyektif dan perasaan tanggung jawab terhadap kebenaran, bagaimana terjadinya Proklamasi kita iti.”

Itu yang ditulis Subarjo. Adam Malik sendiri pernah mengatakan kepada saya, 22 Desember 1976 di Hotel Takanawa Prince, Tokyo, “Saya dengar dari Sdr. Sukarni almarhum bahwa Sdr. Nishijima ikut serta merumuskan naskah proklamasi, dan saya mengerti sikap saudara yang menutup hal itu terhadap Belanda untuk menolong Republik,” kata Adam Malik.

Bung Karno juga mengakui bahwa orang-orang Jepang secara pribadi tidak sedikit yang ikut berjuang bersama-sama bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Untuk menghargai jasa-jasa mereka, khususnya Ichiki Tatsuo dan Yoshizumi Tomegoro, pada tanggal 15 Februari 1958, ketika Bung Karno berada di Tokyo menyerahkan kepada saya teks sebuah prasasti untuk disimpan di biara Buddha Shei Shoji di Minatoku, Tokyo.
Terasa wawancara selama satu jam berlalu sangat cepat. Keinginan saya untuk menggali informasi lainnya terpaksa diurungkan, karena Pak Nishijima tampak kelelahan. Itulah sekelumit wawancara dengan Shigetada Nishijima. Mudah-mudahan harapan Nishijima dan Mr. Ahmad Subarjo tercapai, yaitu agar ada sejarawan yang menulis peristiwa penyusunan naskah Proklamasi sesuai fakta.

Basyral Hamidy Harahap
Sekretaris Yayasan Adam Malik


Sumber

Selasa, 29 Maret 2011

Ayah paling keren

Aku selalu mengaguminya... Dia adalah sosok luar biasa yang tidak ada duanya.
Aku selalu mengaguminya... Saat kedua tangannya menggebuk drum, dan keringat bercucuran di kening dan sekujur tubuhnya. Setiap melihatnya menggebuk drum-nya dengan garang, memutar-mutar stick drum di sela-sela jeda lagu, aku selalu membayangkan: jika saja aku bisa seperti dirinya.
Ketika dia mendengarkan lagu-lagu dari band pujaan hatinya--Iron Maiden--di rumah, dia menggenggam stick drum kesayangannya di kedua tangan. Akupun menirunya dan menggenggam kedua stick drum miliknya yang lain. Lalu kami akan menggerak-gerakkan kedua stick drum di tangan kami. Sambil menggebuk lengan kursi seakan itu simbal, sambil menggebuk kursi seakan itu senar drum, dan menghentak-hentakkan kaki di lantai dan menganggapnya seakan kami sedang menginjak pedal pemukul drum dengan semangat. Kami berkeringat. Dan kami sangat menikmati saat-saat itu.
Sepulang sekolah ketika dia masih belum berada di rumah dan masih bekerja di kantor, aku menyusup ke kamar belakang, tempat di mana satu set drum standar bertengger. Aku duduk di kursinya yang agak terlalu tinggi sehingga kakiku tidak mampu mencapai pedal. Maka aku memutar mekanisme di kursi itu untuk membuatnya menjadi lebih pendek. Semua OK, dan aku pun mulai menggebuk drum itu. Aku membayangkan seakan-akan aku dirinya, aku membayangkan seakan-akan aku juga bermain di atas panggung. Aku merasa fantastis saat itu. Sangat keren...

Sore itu, dia memutuskan untuk mengajariku memainkan drum untuk pertama kalinya. Aku ingat jantungku yang berpacu dengan cepat karena suntikan semangat yang secara mendadak mengaliri tubuhku. Dia mengatakan padaku untuk memperhatikannya. Dia memainkan drum itu dengan sederhana dan aku memperhatikannya. Setelah beberapa saat berlalu, dia menyerahkan kedua stick dalam genggamannya padaku.
 "Nyoh, maenno koyok Ayah maeng (Ini, lakukan seperti yang baru saja Ayah lakukan)," katanya sambil menahan senyum.
Aku tidak tahan untuk tidak nyengir dan meraih kedua stick itu dari tangannya yang berkeringat.
Lalu aku mulai memainkannya. Saat itu aku berpikir, aku menyukai ini, aku menyukai ini...
"Jogoen tempone, ojo koyok ngono (Jaga temponya, jangan seperti itu)," katanya lagi sambil memperhatikanku. Meski tidak mengerti maksudnya, aku mengangguk-anggukkan kepala seakan mengerti.

Lalu, ibuku datang. Dia memandangku dan mengatakan sesuatu pada ayahku yang akan mengubah segalanya.
"Aduh, mas, arek iki ojo diajari ngedrum. Tambah ngelanangi ngkok. (Aduh, mas, anak ini jangan diajari ngedrum. Nanti tambah tomboy dia.)," kata ibuku dengan raut khawatir.
Saat itu, tanpa menunggu perintah Ayah, aku berhenti memainkan set drum di hadapanku. Aku meletakkan kedua stick drum yang semula di tanganku, lalu berdiri, dan menangis.
Hari itu adalah hari pertama dan terakhir Ayah mengajariku memainkan drum.

Setiap pulang sekolah, aku masih memainkan drum di kamar belakang. Selalu memainkan yang sama. Lagi dan lagi. Lama kelamaan aku menjadi bosan dan lambat laun berhenti melakukannya.

Aku memang sudah lama berhenti memainkan set drum lagi. Aku sudah lama berhenti berharap menjadi seperti ayahku. Tapi, rasa kagumku padanya tidak pernah berubah. Bagiku, dialah ayah paling keren yang pernah ada. Ayahku.

Sabtu, 26 Maret 2011

'Kick-Off!!!', novel pertama saya yang saya harap bukan yang terakhir




"Ayo kita KIck-off!!!" Itulah yang selalu diucapkan Ray setiap kali akan bermain sepakbola. Begitu penuh dengan semangat. Karenanya, Rheyn sebagai adik perempuannya sama sekali tak pernah membayangkan kalau kakaknya itu akan pergi untuk selama-lamanya dan takkan pernah kembali lagi. Maka dengan hati yang sedih dan air mata yang menetes di pipinya, Rheyn pun berjanji akan melanjutkan tekad kakaknya. Menjadikan Green Force sebagai legenda persepakbolaan SMA. Setahun telah berlalu. Dan kini Rheyn telah berhasil diterima di SMA Green Force. Kini ia sadar, bahwa mewujudkan apa yang telah dijanjikannya pada kakaknya itu bukanlah suatu hal yang mudah. Walaupun ia tak pernah menyerah dan selalu ada Ren~cowok cakep yang menjadi sahabatnya sejak kecil~yang membantunya, akankah janjinya itu terpenuhi?


Kick-Off!!! adalah novel pertama saya yang diterbitkan oleh penerbit. Novel ini terbit pada tahun 2007. Saat itu saya masih duduk sebagai siswa kelas XI di SMA Negeri 3 Malang. Dan hari-hari pertama ketika novel itu terbit benar-benar merupakan hari-hari yang memabukkan [hoeks]. Itulah saat pertama kalinya saya pergi ke Gramedia untuk melihat novel saya sendiri. Sejak hari itu hingga tahun berikutnya, saya selalu mengecek jumlah stok novel saya melalui komputer yang ada di Gramedia.

Sebenarnya novel ini saya tulis waktu duduk di kelas 2 SMP dengan judul "Love is Like a Football Play". Tapi, karena setelah saya lihat-lihat ceritanya sama sekali tidak didominasi dengan cerita romantisme remaja, maka saya mengganti judulnya sehingga lebih sesuai dengan isinya. Hehehehehe...

Saya telah menulis sejak di Sekolah Dasar. Pada awalnya saya selalu membuat komik, baru waktu kelas 3 SD saya mulai menulis cerita-cerita pendek. Karena waktu itu saya tergila-gila dengan film 3 Ninjas maka, mulai kelas 3 hingga kelas 6 SD, saya mulai menulis cerita serial dengan judul Ninjas.

Memasuki masa SMP, saya mulai menulis novel. Cerita-cerita dari novel saya saat itu bertema horor atau thriller, karena saya terobsesi dengan novel-novel R.L. Stine, terutama Fear Street Sagas. Hanya Love is Like a Football Play saja yang bertema normal [hehehehe].

Hingga saat ini saya masih menulis, dan masih dalam proses menyelesaikan novel yang sudah saya tulis sejak kelas X SMA. Saya berharap novel saya berikutnya akan diterbitkan oleh penerbit yang lebih besar. Amiiiin!!!


Penulis : Kenzarah Z.A
Jumlah Halaman : 248 hlm

Popular Posts